Halaman

Rabu, 11 Juli 2012

MAKALAH MENELAAH KEBUDAYAAN DALAM EPOS RAMAYANA DAN PENGAPLIKASIANNYA


Description: D:\GALERI\My Pictures\Wallpaper\Logo\Logo - Unnes.tif

MAKALAH
MENELAAH KEBUDAYAAN DALAM EPOS RAMAYANA DAN PENGAPLIKASIANNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah MKI
Dosen Pengampu: Sungging Widagdo

oleh
Bangkit Samodro Aji
2601409060
Rombel: 01


BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012

SARI

            Cerita utawa epos Ramayan kuwi kebak babagan piwulang kahuripan, kalebu kabudayan. Akeh kabudayan kang pantes ditiru ana ing sajerone cerita mau. Kabudayan kang kudu diuri-uri dening para muda supaya sejatine bangsa kang wis kagambar ana epos Ramayana mau ora ilang. Kabudayan-kabudayan mau yaiku upacara sesaji, gugur gunung utawa gotong royong, sayembara ingkang jujur, golek pangupa jiwa sing halal, sopan santun uga ngormati marang tamu.


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
   Pada saat ini kita sering mendengar tentang pendidikan berkarakter. Pemerintah merasa bahwa generasi penerus bangsa ini sudah sangat mengkhawatirkan dalam bidang moral. Banyak pemuda yang tidak berbudi pekerti dan tidak berbudaya yang baik. Mereka cenderung meniru budaya yang berasal dari negara-negara barat yang belum tentu cocok dengan negara kita. Dalam makalah ini, penulis akan membedah dan mengkaji budaya-budaya yang terkandung dalam epos Ramayana. Seperti kita ketahui epos Ramayan ini dalam kaitannya dengan filosofis orang Jawa. Diharapkan budaya-budaya yang terkandung dalam epos Ramayana ini dapat memberikan pengaruh yang positif bagi pembacanya.
Cerita atau lebih tepatnya kakawin Ramayana adalah syair yang berisi perjalanan Raden Rama dan ditulis dalam bentuk tembang berbahasa Jawa Kuno. Dalam kakawin Ramayana ini banyak terkandung kebudayaan positif yang hidup pada jaman kakawin tersebut ditulis. Kebudayaan-kebudayaan ini lah yang coba diungkap dan dibedah oleh penulis.
   Kebudayaan adalah sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social, religi seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Menurut Koentjaraningrat kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar. Sejalan dengan Koentjaraningrat, William H. Haviland menjelaskan bahwa kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di tarima oleh semua masyarakat. Seperti halnya dua pakar diatas, Ki Hajar Dewantara juga merumuskan bahwa kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
Dewasa ini seiring dengan era Globalisasi, pengaruh dari luar pun semakin terasa dalam negri kita ini. Banyak budaya-budaya asing yang masuk tanpa adanya filteralisasi terlebih dahulu. Budaya asing ini sedikit demi sedikit akan merusak moral bangsa ini. Adanya ketidak sesuaian latar belakang kehidupan bangsa kita dengan budaya yang dibawa orang luar inilah penyebab utama ketidak paduan diantara keduanya. Negara kita yang notabene termasuk negara timur yang menjunjung tinggi kesopanan jelas kurang cocok dengan budaya yang dibawa orang barat. Sedikit contoh, di negara kita anak yang berusia lebih muda itu diwajibkan untuk menghormat kepada yang lebih tua. Praktiknya, untuk memanggil orang yang lebih tua kita harus mendahulauinya dengan kata sapaan, tidak langsung sebut nama karena hal itu dianggap tidak sopan dan tidak pantas. Lain halnya dengan negara barat, tua muda, orang tua dan anaknya semua sama saja. Mereka langsung panggil nama dan tidak ada kata sapaan terlebih dahulu. Hal tersebut sekarang kian jamak kita jumpai dalam masyarakat kita. Adanya ketidak sopanan antara yang muda dengan yang lebih tua.
2.      Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, rumusan masalah yang dapat disusun adalah.
a.       Adakah kebudayaan pada masa Ramayana yang masih hidup pada jaman sekarang?
b.      Apa sajakah kebudayaan pada masa Ramayana yang masih hidup pada jaman sekarang?
c.       Bagaimana pengaplikasian kebudayaan pada masa Ramayana dengan kehidupan jaman sekarang?
3.      Tujuan
a.       Mengetahui ada atau tidak kebudayaan pada masa Ramayana yang masih hidup pada jaman sekarang?
b.      Mengetahui kebudayaan pada masa Ramayana apa sajakah yang masih hidup pada jaman sekarang?
c.       Mengetahui pengaplikasian kebudayaan pada masa Ramayana dengan kehidupan jaman sekarang?
4.      Manfaat
a.       Kita bisa memetik teladan dari kebudayaan dalam epos Ramayana.
b.      Kita bisa menerapkan kebudayaan yang positif dari epos Ramayana dalam kehidupan sehari-hari.
c.       Kita bisa lebih selektif terhadap kebudayaan-kebudayaan asing yang masuk dalam negara kita.


  
BAB II
LANDASAN TEORETIS
1.      Landasan Teori
Menurut Teeuw (1983: 15) dalam bukunya yang berjudul “Membaca dan Menilai Karya Sastra”,membaca dan menilai sebuah karya sastra bukanlah sesuatu yang mudah. Setiap pembaca roman atau puisi, baik modern atau pun klasik, pasti pernah mengalami kesulitan, merasa seakan-akan tidak memahami apa yang dikatakan atau pun dimaksudkan oleh pengarangnya. Proses membaca adalah memberi makna kepada sebuah teks tertentu yang dipilih atau yang dipaksakan kepada kita yakni proses yang memerlukan pengetahuan system kode yang cukup rumit, kompleks, dan aneka ragam. Untuk memahami sebuah karya sastra, pembaca harus menguasai berbagai macam sistem kode, baik kode bahasa, kode sastra, maupun kode budaya.
d.      Kode Bahasa
Faktor pertama yang dalam model semiotik sastra harus diberi tempat yang selayaknya adalah bahasa, sebagai sistem tanda yang kompleks dan beragam. Bahasa merupakan sistem pembentuk model yang primer, yang mengikat baik penulis maupun pembaca, tidak hanya dalam arti bahwa kedua-duanya harus mengetahui bahasa yang dipakai dalam karya sastra, tetapi juga dalam arti bahwa keistimewaan struktur bahasa itu secara luas membatasi dan sekaligus menciptakan potensi karya sastra dalam bahasa tersebut.
e.       Kode Sastra
Kode sastra adalah kode yang berkenaan dengan hakikat, fungsi sastra, karakteristik sastra, kebenaran imajinatif dalam sastra, sastra sebagai sistem semiotik,sastra sebagai dokumen sosal budaya, dan sebagainya. Menurut Teeuw (1991: 14),sesungguhnya kode sastra itu tidak mudah dibedakan dengan kode budaya, meskipunbegitu, pada prinsipnya keduanya tetap harus dibedakan dalam kegiatan membaca dan memahami teks sastra.
c.       Kode Budaya
Kode budaya adalah pemahaman terhadap latar kehidupan, konteks, dan sistem sosial budaya. Menurut Chapman (1980: 26), kelahiran karya sastra diprakondisikan oleh kehidupan sosial budaya pengarangnya. Karena itu, sikap dan pandangan pengarang dalam karyanya mencerminkan kehidupan sosial budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, Rachmat Djoko Pradopo (2001: 55- 56), menyatakan bahwa karya sastra sebagai tanda terikat pada konvensi masyarakatnya, karena merupakan cermin realitas budaya masyarakat yang menjadi modelnya.

2.      Pembatasan Masalah
Dari ketiga macam sistem kode yang telah dipaparkan oleh Teeuw yaitu kode bahasa, kode sastra dan kode budaya penulis hanya akan mengkaji tentang kode budaya . Kode Budaya apa sajakah yang ada dalam epos Ramayana dan bagaiman pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari.

  

BAB III
PEMBAHASAN
Kode Budaya
Kode Budaya merupakan kebudayaan yang melatarbelakangi suatu cerita. Kode ini berkaitan dengan berbagai sistem pengetahuan dan sistem nilai yang tersirat di dalam teks, adapun kode budaya yang tampak dalam epos Ramayan dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:
1.      Upacara Sesaji
Prabu Dasarata sudah lama mendambakan seorang putra yang nantinya akan menjadi putra mahkota. Walaupun Sang Raja sudah memperistri tiga wanita, namun beliau belum juga dianugrahi putra. Atas nasehat dari Begawan Wasista, Prabu Dasarata melaksanakan sesaji Asmawedha. Praktiknya, Prabu Dasarata banyak memberikan pisungsung (penghargaan) kepada para wasu-pitri, begawan, resi, brahmana, para tapa, dan sebagainya. Selain itu, Sang Prabu juga memberikan dana weweh (membagikan rizkinya) kepada kawula dasih di Ayodya. Pendek kata tidak ada seorang pun yang tidak mendapatkan pemberian Sang Prabu. Dan akhirnya Prabu Dasarata pun dianugrahi empat putra yang sama tampan rupawan dan sekti mandraguna.
Aplikasinya untuk masa sekarang adalah adanya sedekah atau sesaji. Sedekah bumi dan sedekah laut yang dipersembahkan kepada Tuhan Sang Pencipta. Sedekah bumi biasanya dilakukan oleh masyarakat yang mayoritas petani. Mereka membuat semacam gunungan dari hasil panen yang kemudian diarak keliling kampung. Pada akhirnya gunungan tersebut diperebutkan seluruh masyarakat. Dengan harapan Tuhan akan memberikan hasil panen yang lebih baik lagi kedepannya. Sejalan dengan diadakannya sedekah bumi, sedekah laut juga bertujuan supaya tahun depan bisa mendapatkan hasil yang melimpah. Sedekah laut ini biasanya dilakukan oleh masyarakat pesisir. Ada juga yang menyebutnya nyadran. Bedanya dengan sedekah bumi, selain berupa hasil panen sedekah laut terkadang menyertakan kepala kerbau atau kambing untuk dilarung ke laut. Ada juga sesaji yang dipersembahkan kepada makhluk halus atau sosok penunggu tempat yang dianggap kramat. Seperti pohon besar, bangunan angker, kuburan kuno, dan sebagainya. Mereka berharap makhluk yang dipercaya sebagai penunggu tidak mengganggu dan mengusik hidup mereka. Dalam sesaji Asmawedha juga mengajarkan tradisi saling memberi yang diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial dengan kehidupan yang bermasyarakat kita tidak bisa memungkiri adanya tradisi saling memberi antar tetangga. Sebagai contoh, apabila kita memasak lebih banyak dari biasanya terkadang kita juga membagikan kepada tetangga kita. Bahkan ada pepatah Jawa yang menerangkan bahwa pager piring kuwi luwih apik tinimbang pager pring.
2.      Sayembara
Raden Rama mengikuti sayembara menthang langkap yaitu sayembara mengangkat gendewa waja yang merupakan gaman di negara Manthiliharja. Raja Manthiliharja Prabu Janaka menjanjikan hadiah dapat memboyong Dewi Sinta sebagai istri kepada sang pemenang sayembara. Singkat cerita Raden Rama Wijaya berhasil memenangkan sayembara dan memboyong Dewi Sinta ke Ayodya.
Aplikasi untuk kehidupan jaman sekarang adalah adanya perlombaan atau kompetisi. Seperti halnya sayembara, perlombaan juga memperebutkan hadiah. Kalau sayembara hadiahnya berupa perempuan kalau perlombaan hadiahnya lebih kepada trophi dan uang.
3.      Tradisi Berburu
Raden Rama dan Raden Laksmana berburu di dalam hutan Dhandaka untuk menangkap seekor kidang emas yang merupakan jelmaan dari Kala Marica.
Kalau jaman dahulu berburu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, yaitu makan. Maka pada jaman sekarang berburu lebih untuk menyalurkan hobi.
4.      Gotong Royong
Para wadya wanara sama bergotong royong tanpa mengeluh untuk membangun tambak/jembatan menuju negri Ngalengkadiraja. Walaupun tugas yang mereka kerjakan sangatlah berat, tapi mereka mengerjakan semua itu dengan ikhlas. Mereka sama gugur gunung tanpa pamprih demi kepentingan bersama.
Aplikasi dalam kehidupan sekarang, gotong royong biasanya dilakukan oleh masyarakat desa atau dalam lingkup RT. Biasanya gotong royong dilaksanakan pada hari Minggu atau hari libur. Pada masyarakat desa tradisi gugur gunung ini sangat kental terasa karena jiwa sosial mereka masih sangat kuat di banding dengan masyarakat yang hidup di perkotaan. Sebagai contoh, apabila seorang warga desa akan membangun rumah, maka tanpa dimintapun warga yang lain akan turut membantunya. Walaupun mereka tidak diberi upah, mereka sudah merasa senang karena bisa membantu orang lain.
5.      Menjamu Tamu
Prabu Dasamuka mempersilahkan Raden Kumbakarna dan menjamunya dengan makanan kesukaannya. Prabu Dasamuka tahu kalau Raden Kumbakarna pasti kelaparan setelah tapa sare sekian lama. Semua makanan enak dihidangkan, tidak ketinggalan berpeti-peti minuman juga disuguhkan Sang Prabu kepada Kumbakarna. Selain itu, Prabu Dasamuka juga menyambut hangat kedatangan Anggada yang merupakan keponakannya dengan menjamun minuman-minuman yang memabukkan.
Sudah menjadi kewajiban dijaman sekarang ini untuk menjamu tamu yang datang kerumah kita. Sebagai wujud penghormatan kita kepada tamu. Bahkan ada istilah tamu adalah raja.
6.      Penggunaan Senjata
Raden Rama tidak pernah meleset dalam melepaskan Kiai Guwawijaya, semua yang telah dibidik Raden Rama pasti tidak bisa luput. Lain halnya dengan kidang emas ini yang terlihat jinak namun sangat gesit dan lihai dalam menghindari anak panah Raden Rama.
Aplikasinya di jaman sekarang ini, panah dijadikan sebagai cabang olah raga yang diperlombakan. Kalau dahulu senjata berupa panah, keris, pedang, tombak, dll. Sekarang dengan perkembangan jaman senjata lebih beragam, seperti pistol, senapan laras panjang, granat, rudal, dll. Bahkan sekarang ini yang sedang menjadi perdebatan dunia internasional adalah penggunaan senjata nuklir. Begitu hebatnya efek yang ditimbulkan oleh senjata nuklir ini menyebabkan banyak negara yang mengecam penggunaan senjata jenis ini.
7.      Pengembaraan
Raden Rama, Raden Laksmana dan Dewi Sinta mengembara kedalam hutan Dhandaka selama 12 tahun. Semua itu dilakukan sebagai buntut dari keinginan Dewi Kekayi yang khawatir Raden Rama akan mengusik Raden Bharata.
Aplikasi pada kehidupan sekarang mungkin biasa kita sebut merantau. Merantau banyak dilakukan oleh masyarakat Sumatra. Sudah menjadi tradisi dari dahulu bahwa seorang laki-laki Sumatra yang sudah dewasa wajib untuk pergi merantau demi masa depannya. Namun, sekarang tradisi merantau ini sudah bukan milik masyarakat Sumatra saja. Banyak juga orang Jawa yang berasal dari desa merantau kekota yang mereka anggap dapat memberikan masa depan. Merantau biasanya dilakukan oleh orang desa yang pergi kekota untuk mencari pekerjaan atau untuk menuntut ilmu.
8.      Penentuan Raja
Sebenarnya putra Prabu Dasarata yang paling pantas untuk meneruskan kerajaan Ayodya adalah Raden Rama Wijaya. Selain sebagai putra tertua dan terhebat, beliau juga merupakan putra mahkota yang lahir dari permaisuri Dewi Ragu.
Sampai sekarang kriteria tentang putra mahkota yang akan ditetapkan menjadi raja masih sama dengan jaman dahulu yaitu putra mahkota tertua. Terutama untuk negara yang menganut sistem pemerintahan monarchi.



BAB VI
PENUTUP
1.      Simpulan
Dari uraian diatas dapat kita teladani bahwa banyak kebudayaan pada masa Ramayana yang dapat diaplikasikan pada kehidupan sekarang ini. Diantaranya adalah upacara sesaji Prabu Dasarata yang kemudian bertransformasi menjadi sedekah laut dan sedekah bumi pada jaman sekarang. Sayembara untuk memperebutkan wanita sekarang menjadi perlombaan dengan hadiah harta benda. Tradisi berburu yang tadinya untuk memenuhi kebutuhan hidup yaitu makan, sekarang cenderung sebagai hobi dan olah raga saja. Gotong royong, menjamu tamu dan penggunaan senjata yang masih berkembang sampai sekarang. Serta tradisi pengembaraan yang dilakukan Rama sekarang ini pengembaraan atau lebih sering disebut merantau banyak dilakukan oleh masyarakat desa. Namun dengan tujuan yang berbeda yaitu untuk menemukan penghidupan yang layak.
2.      Saran
Sebagai generus bangsa, hendaknya kita bisa memetik teladan dari kebudayaan yang hidup dalam epos Ramayana. Kita supaya bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Serta jangan serta merta meniru kebudayaan-kebudayaan yang kurang sesuai dengan masyarakat kita. Kita harus menyaring mana yang baik dan mana yang kurang baik untuk kita dan semua.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar